Wednesday, December 15, 2004

DAKu bertakbir...

Satu putaran waktu telah sekali lagi diberikan padaku. Perlahan di kejauhan dapat kudengar kembali kumandang takbir yang menyerukan kebesaran dan rasa kemenangan bagi umat manusia di bumi ini. Satu hari dimana manusia kembali diigatkan akan siapa dia sebenernya, untuk apa dan pada siapa mereka akan berpulang.

Dalam kekinianku ini, kembali aku menangis. Saat ini aku kembali pada titik dimana aku memulai satu perjalanan panjang, menjadi diri dan ambisi untuk menjadi seorang bilal di muka bumi ini. Mungkin ini hanya satu persinggahan sejenak yang selama satu putaran waktu ini menjadi satu angan di atas kesendirianku, saat dimana aku mulai belajar berjalan dengan kedua kakiku sendiri.

Satu persatu lembaran penuh dengan tulisan kembali terbuka. Sebagai sebuah persinggahan, titik ini menawarkan padaku tentang bayangan-bayangan dan sejarah yang tanpa bisa kutolak telah memutar kembali sebuah film kehidupan.

Dengan sangat jelas dapat kurasakan, lembaran-lembaran itu penuh dengan persimpangan dan lubang yang membuat aku harus memilih dan menghindar. Dapat kurasakan bahwa jalan itu tidaklah lurus.

Kekinianku ini sesaat telah menyeret aku kembali pada titik nol. Titik dimana aku menjadi tubuh tanpa ruh dan hati. Tiap kenangan seperti berebut tempat untuk mengisi diri ini dengan semua catatan masa lalu. Sesaat aku sempat untuk menyerah. Karena aku hanya manusia biasa yang jauh dari diri yang bersih dan tegar.

Namun, di tengah kegundahan hati ini, perlahan sebuah wajah datang menyapaku. Sebuah wajah dari dunia impian yang mengingatkan pada sebuah kenyataan. Memberikan dian pelita pada diri ini untuk keluar dari lingkaran ini. Mengingatkan ku pada apa yang telah aku raih. Sebuah kenyataan diatas kaki ku, dimana aku bisa berjalan dan berdiri.

Sebuah wajah sederhana yang perlahan telah mengukuhkan dirinya menjadi seorang bunda bagi kekinianku. Wajah itu telah menjadi bunda yang menemani dan mengisi kekinianku, mengingatkanku pada esok dimana sebuah tanggung jawab adalah warnanya dan mendampingiku melihat masa lalu tanpa harus takut untuk tidak dapat kembali.

Wajah itu adalah kebesaran kesederhanaan, sebuah warna pada ketulusan dan kesucian, karena dia datang beriringkan kumandang takbir. Tulus dan suci.

DAKu pun bertakbir…
(Surabaya, 14 November 2004)

0 Comments:

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]

<< Home