Thursday, April 21, 2005

Melati DAKu

Ketika dua orang berdiri pada sebuah garis. Ketika waktu berpijak pada hari ini dan kemaren. Ketika cahaya berjalan diantara siang dan malam. Ketika hati jatuh dalam pelukan ada dan tiada.

Sebuah mantera dilantunkan. Bait demi bait rapalan telah terpadu. Menjadi semerbak nafas kehidupan. Berkerudung janji untaian melati.

Ketika sebuah tangan meraih tangan yang lain. Mengajaknya berjalan dibawah payung mahligai. Semerbak harum kehidupan kesan pertama.

Menisbihkan bilal pada adam dan hawa. Memberikan bumi tempat berpijak dan langit sebagai atap. Menatapi jalan setapak. Beriringkan tembang kemanten.

***

...Hanut runtut tansah reruntungan
Munggah mudun gunung banjur samudro
Gandeng rendeng hanjejereng renjeng
Reroncene kembang… kembang kemanten
Mantene muscadang dadi dewo dewi
Dewane asmoro yo mudun bumi...

nb: cited from Sujiwo Tejo-Anyaman-nyaman

Monday, April 04, 2005

Malam Panjang

"Disaat ku mulai, menyadari lebih baik tuk hidup sendiri
Pintu yang terkunci sekian lama tak akan pernah ingin ku buka
Sekejap kau datang dan mengetuknya
Memaksa aku sekilas memandang
Sejak saat itu parasmu tak mampu terhapus di benakku

Malam-malam panjang berlalu dalam gundah
Merenungi diri ini
Adakah kau peri mengajak aku terbang keimpian.. bahagia

Kuingin kau tahu dan fahami
Tak mudah bagiku tuk berubah
Dari sikap ragu dan tak percaya
Kisah kita kan usir semua

Bagaimana dapat aku jelaskan
Perasaan padamu semakin dalam
Biar terhanyut kunikmati
Mohon cintaku jangan berakhir…

Malam malam panjang kita rajut bersama
Pengertian dan harapan
Dua pasang mata dibenam kemesraan sinar bulan…menentramkan…"

Akhir-akhir ini, telah kulewati malam-malam dalam kesunyiannya… Malam yang terbungkus akan pertanyaan pada hati… malam-malam dimana sebuah kelabu berusaha kuubah menjadi hitam dan putih…

Malam-malam yang mengingatkanku pada satu kurun waktu, dimana sebuah harapan akan cinta dan asa kembali menyirami ladang yang sempat kering ini…

Akan kujaga malam-malam itu untuk tetap menjadi malam-malam yang abadi… mengajarkan cinta, citra dan cipta yang tak pernah surut…

Malam-malam yang terangkai oleh sajak DAKu…

Friday, April 01, 2005

"Aaammiiiiiiiiinnnnn...."

Selama lebih kurang 18 bulan, rutinitas ke masjid kulewati dengan sebuah budaya Islam-Eropa. Sebuah kebudayaan baru dalam tatanan kehidupan ke-islaman-ku. Banyak perbedaan yang kadang membuat aku merasa canggung. Kebudayaan Turki yang pada jaman pertengahan menjadi salah satu pusat Islam di dunia telah banyak memberikan wacana baru pada kacamata sempit yang selalu saya gunakan.

Kadang aku sering berfikir, betapa beruntungnya saya bisa menyaksikan ini semua. Tak jarang pula kudapati pandangan bertanya untuk diriku, ketika aku mempertahankan kacamataku pada dunia eropa itu. Tapi toh seketika itu pula mereka mengerti, bahwa islam adalah islam. Dengan air mata kadang aku liat itu semua.

Namun hari ini, aku melihat dunia lain. Islam-Afrika. Jujur, dalam hati ini serasa tidak percaya pada apa yang aku alamin. Maroko yang secara geografis dekat dengan Saudi Arabia mungkin menjadi salah satu alasan akan ini semua. Tapi yang aku rasakan hari ini bukanlah hal yang baru, karena dalam rentang 27 tahun ini, kuhabiskan hari-hari dengan kacamata Islam-Jawa dan Islam-Arab-Indonesia.

Yang membuat aku tak bisa berkata-kata adalah karena ini semua aku alami di tanah yang “mungkin” tak mengenal satu kata Tuhan. Dimana sudah tidak jelas lagi batas antara bingkai dan gambar itu sendiri. Sebuah tanah yang dulu pernah mengukuhkan diri atas bumi katulistiwaku. Namun, aku melihat ini semua dalam sebuah bingkai kemerdekaan dengan tumpah darah, manusia yang berjalan pada bumi nya.

Namun, ketika barisan dirapatkan, dan bacaan takbir dilafalkan… Manusia hanyalah cukup untuk manusia… yang berdiri di hadapan sang Khalid-nya…

*sebuah tulisan untuk “aaaamiiiiiinnnnnnnn…….”*

Thursday, March 24, 2005

Logika vs anjing

Ilustrasi soal:
Tercatat sudah dalam sejarah 7 pemuda yang beriman… melarikan diri ke dalam gua demi menyelamatkan iman. Disangka tidur hanya sehari, rupanya 309 tahun, zaman bertukar beberapa urun dibumi bersejarah udun. Begitulah kuasa illahi kepada ashabil kafhi… tiada mustahil di dunia ini jika kita beriman dan bertaqwa

Tercatat sudah dalam sejarah 7 pemuda yang beriman… Tulang belulang berserakan… tulang dari binatang tunggangan … jg anjing yang dijanjikan surga... fitnir yang mulia…

Pertanyaan:
Jelaskan kejadian diatas dengan logika berfikir seorang calon penyandang gelar paska sarjana!

Jawab:
Manusia, bumi dan waktu. X, Y dan Z.
A. Ketika X konstan atas Z, maka Y lah yang berubah.
B. Ketika Y konstan atas Z, maka X lah yang berubah.
A dan B terjadi karena Z sebagai acuan bejalan konstan atas salah satu variable (X atau Z)

Feedback:
Bagaimana bila X dan Y sama-sama konstan terhadap Z?!

Note:
Mungkin anda tidak mengerti dan menganggap feedback itu tidak bisa dibuktikan dengan logika berfikir. Mungkin, perkenankan saya bertanya,
“Apakah Anda merasa sebagai anjing itu?!”

Tuesday, March 15, 2005

cAh aYu

Yen ing tawang ono lintang cah "ayu"
Aku ngenteni teka mu
Marang mego ing angkoso
Sung takok-ke pawartamu

Janji janji aku eleng cah "ayu"
Sumedot roso ing ati
Lintang lintang'e wingi wingi nimas
Tresna ku sundul ing ati

Ndek semono janjimu disekseni
Mego kartiko keiring roso tresno asih

Yen ing tawang ono lintang cah "ayu"
Rungokno tangis ing ati
Miraring swara ing ratri nimas
ngenteni bulan ndadari

Ah ini mungkin hanya sepenggal waktu dimana hati kembali pada diri dan lamunan. Bertanya-tanya akan suara yang selama ini diam dan bersembunyi...
Ini kah nyanyian itu...?!
Ini kah doa mu...?!
Sayang... seribu sayang... aku hanya gumpalan yang berdiri di persimpangan...

"cah ayu... bisakah kita berjalan lagi...?! Persimpangan berikutnya telah menanti..."

Saturday, December 25, 2004

Suatu saat nanti

Kulihat bayangan orang berjubah putih dengan tasbih ditangannya. Mukanya nampak selalu tersenyum. Dari mulutnya entah sudah berapa juta istigfar diucapkan. Mereka pun bernyanyi akan kalimat-kalimat pujian dengan lantangnya. Mungkin juga telah hapal semua tulisan yang ada di Quran. Mungkin tubuhnya juga selalu terjaga akan wudlu. Suara mereka pun selalu dibuatnya merdu.

Dalam hatiku selalu bertanya, siapakah meraka itu. Mungkin aku yang aneh, mempertanyakan hal-hal seperti ini. Namun ada sesuatu dalam diriku yang rasanya berontak ketika bayangan-bayangan itu mendekat. Atau lebih tepatnya ketika aku mencoba mendekat pada mereka.

Aku selalu bertanya-tanya, apa yang salah dengan ini semua. Toh, sesekali waktu aku sengaja mencari mereka. Menjadikan meraka sebagai satu lamunan dan mungkin menirunya. Tapi aku sadar kalau saat-saat itu, aku bukanlah aku yang sesungguhnya.

Aku hanyalah seorang bilal. Aku hanyalah orang jelata pada kerajaan putih itu. Orang yang hanya mengerti warna sekitar. Memandang kesucian sebatas pada garisan hidup dan mati.

Aku tahu ini bukanlah salah dan benar, aku tahu ini bukan patut dan cela. Ini hanyalah masalah sisi dimana kita berpijak. Tak kuragukan diriku untuk bersujud pada syaf-syaf mereka walaupun pada baris terakhir.

Namun bila suatu saat nanti, aku harus menyerukan suaraku, akan kuceritakan pada mereka tentang bahasa yang kuketaui. Karena aku yakin kemurnian bukalah sesuatu yang bisa dilihat dan didengar. Terlebih lagi aku dan mereka adalah sama, hanya seorang manusia biasa.

Mungkin yang aku tulis ini belumlah cukup. Tapi setidaknya dapat memberikan aku satu keyakinan akan jalan yang aku pilih saat ini. Jalan berwarna cinta dari manusia yang juga hanya mengenal satu kata kemurnian.

Cinta itu pernah berkata padaku…
“a thousand way to Roma but only one way to heaven”

Wednesday, December 15, 2004

DAKu bertakbir...

Satu putaran waktu telah sekali lagi diberikan padaku. Perlahan di kejauhan dapat kudengar kembali kumandang takbir yang menyerukan kebesaran dan rasa kemenangan bagi umat manusia di bumi ini. Satu hari dimana manusia kembali diigatkan akan siapa dia sebenernya, untuk apa dan pada siapa mereka akan berpulang.

Dalam kekinianku ini, kembali aku menangis. Saat ini aku kembali pada titik dimana aku memulai satu perjalanan panjang, menjadi diri dan ambisi untuk menjadi seorang bilal di muka bumi ini. Mungkin ini hanya satu persinggahan sejenak yang selama satu putaran waktu ini menjadi satu angan di atas kesendirianku, saat dimana aku mulai belajar berjalan dengan kedua kakiku sendiri.

Satu persatu lembaran penuh dengan tulisan kembali terbuka. Sebagai sebuah persinggahan, titik ini menawarkan padaku tentang bayangan-bayangan dan sejarah yang tanpa bisa kutolak telah memutar kembali sebuah film kehidupan.

Dengan sangat jelas dapat kurasakan, lembaran-lembaran itu penuh dengan persimpangan dan lubang yang membuat aku harus memilih dan menghindar. Dapat kurasakan bahwa jalan itu tidaklah lurus.

Kekinianku ini sesaat telah menyeret aku kembali pada titik nol. Titik dimana aku menjadi tubuh tanpa ruh dan hati. Tiap kenangan seperti berebut tempat untuk mengisi diri ini dengan semua catatan masa lalu. Sesaat aku sempat untuk menyerah. Karena aku hanya manusia biasa yang jauh dari diri yang bersih dan tegar.

Namun, di tengah kegundahan hati ini, perlahan sebuah wajah datang menyapaku. Sebuah wajah dari dunia impian yang mengingatkan pada sebuah kenyataan. Memberikan dian pelita pada diri ini untuk keluar dari lingkaran ini. Mengingatkan ku pada apa yang telah aku raih. Sebuah kenyataan diatas kaki ku, dimana aku bisa berjalan dan berdiri.

Sebuah wajah sederhana yang perlahan telah mengukuhkan dirinya menjadi seorang bunda bagi kekinianku. Wajah itu telah menjadi bunda yang menemani dan mengisi kekinianku, mengingatkanku pada esok dimana sebuah tanggung jawab adalah warnanya dan mendampingiku melihat masa lalu tanpa harus takut untuk tidak dapat kembali.

Wajah itu adalah kebesaran kesederhanaan, sebuah warna pada ketulusan dan kesucian, karena dia datang beriringkan kumandang takbir. Tulus dan suci.

DAKu pun bertakbir…
(Surabaya, 14 November 2004)